Senin, 10 Desember 2012

Planet Bumi

Bumiku Rumahku




 Jarang sekali di antara kita yang memikirkan bagaimana "bumi" tempat hidup kita tercipta. Mungkinkah... kita menganggapnya hal itu tidak berarti bagi kita? Atau... karena kita terlalu "betah" hidup di muka bumi? Sehingga tidak ada kesempatan untuk memikirkannya...





Ketika kita melakukan perjalanan pada sore hari yang cerah dari pelabuhan Merak Banten ke pelabuhan Bakauheni Lampung menggunakan kapal ferry penyeberangan, tampak di sebelah barat matahari bergerak turun seperti hendak tenggelam ke dalam laut, hal itu terlihat demikian karena bentuk bumi yang bulat.
Di tengah-tengah perairan Selat Sunda yang kita lewati tampak pulau Rakata dan anak gunung Krakatau dengan kondisi daratannya yang berbeda dengan kondisi daratan di Merak atau di Bakauheni. Fenomena itulah yang menjadi ciri dan karakter bumi tempat kita berada sekarang ini. Mengapa demikian?
Bumi merupakan sebuah benda menyerupai bola yang terdiri atas batuan dan logam dengan garis tengah (diameter) di daerah ekuator (khatulistiwa) mencapai 7.927 mil atau sekitar 12.720,4 km. Keliling lingkaran di daerah ekuator ini mencapai 24.902 mil atau sekitar 39.960 km. Sedangkan jarak diameter antara kedua kutubnya (Kutub Utara dan Kutub Selatan) mencapai 7.900 mil (sekitar 12.677 km) dengan panjang keliling bumi yang melintasi kedua kutub ini mencapai 24.860 mil (sekitar 39.806 km).
Dengan memperhatikan ukuran-ukuran tersebut, meskipun bumi ini berbentuk bulat namun tidak bulat sempurna, melainkan terdapat pemempatan di kedua kutubnya sehingga tampak sedikit lonjong (oblate spheroid).
 Menurut perhitungan para ahli astronomi, bumi yang merupakan salah satu dari lima planet terbesar pada tata surya terbentuk sekitar 4,5 milyar tahun yang lalu dari gumpalan awan kosmik, debu, dan gas.

Melalui proses yang sangat panjang dan lama, akhirnya bumi terbentuk dengan bagian permukaannya yang keras dan bagian dalamnya yang pejal dan sangat panas. Bagian dalam inilah yang banyak bentuk-bentuk bagian permukaan bumi.
Selain itu, di bagian luar permukaan bumi, terdapat selubung gas yang dikenal dengan atmosfera. Setiap gerakan dan sifat atmosfera ini turut berperan dalam perombakan bentuk muka bumi. Itulah sebabnya pulau atau gunung dapat muncul di atas permukaan laut, serta pada permukaannya terjadi perubahan-perubahan bentuk, demikian pula halnya dengan yang terjadi di daratan.
Menurut teori kabut nebula (Nebular Hypotheses), dikatakan bahwa di jagat raya initerdapat gumpalan kabut yang berputar perlahan-lahan. Bagian tengah gumpalan kabut itu semakin lama berubah menjadi gumpalan gas yang kemudian menjadi matahari dan bagian kabut di sekitarnya berubah menjadi planet, termasuk planet bumi, dan setelit-satelitnya.

Setelah bumi terbentuk, bagian dalam bumi yang mengalami tekanan serta proses radioaktivitas menjadi panas dan mencair, sedangkan bagian luarnya terus membeku dan memadat. Pada tubuh bumi yang telah terbentuk, secara struktural terdiri atas bagian luar yang tipis, bagian ini disebut kulit atau kerak bumi dan dibedakan menjadi kerak benua (continental crust) dan kerak samudera (oceanic crust).
Bentuk permukaan bumi tidaklah tetap. Mungkin kita pernah memperhatikan parit-parit kecil yang terbentuk secara alami pada suatu lereng ketika turun hujan yang cukup lebat dan air mengalir cukup deras, pada parit-parit tadi terlihat adanya perubahan bentuk. Bentuk parit tersebut menjadi lebih lebar dan lebih dalam, atau parit tersebut berpindah tempatnya. Hal serupa dapat terjadi pada permukaan bumi dengan skala yang lebih luas seperti lembah suatu sungai yang semakin lama akan makin dalam.
Perubahan bentuk permukaan bumi dapat pula kita amati dari proses letusan gunung api yang ringan (tidak terjadi letusan dahsyat), tampak terjadi penambahan ketinggian puncak di sekitar kawah gunung tersebut., seperti yang terjadi pada puncak gunung Anak Krakatau di Selat Sunda atau puncak gunung Merapi di sebelah utara Yogyakarta.
Kedua bentuk perubahan muka bumi tersebut ditimbulkan oleh adanya pengaruh tenaga geologi yang berbeda. Proses pendalaman lembah pada uraian di atasmerupakan akibat dari hasil kerja tenaga geologi yang berada di luar permukaan bumi (tenaga eksogen),  yakni tenaga gerak air. Sedangkan bertambah tingginya puncak gunung api merupakan hasil kerja tenaga geologi yang berasal dari dalam bumi (tenaga endogen).
Akibat dari pergerakan astenosfera terjadi gerakan dan pergeseran lapisan kerak dasar samudera yang bergerak menumbuk kerak benua, dan akhirnya menimbulkan perubahan kedudukan struktur lapisan batuan pada kerak benua tersebut. Sementara itu, gerakan kerak dasar samudera yang menunjam ke bawah lapisan kerak benua akan melebur di dalam astenosfera. Uap hasil peleburan tersebut akan menyusup ke dalam retakan-retakan pada lapisan kerak benua serta terakumulasi menjadi dapur magma.
Apabila tekanan pada dapur magma ini semakin meningkat, cairan batuan pada dapur magma ini akan menerobos ke dalam lapisan batuan di atasnya, sehingga permukaan lapisan batuan tersebut terangkat dan terbentuklah gunung api.
Baik proses diastropisma maupun vulkanisma, pada akhirnya berpengaruh pada perubahan bentuk muka bumi. Pergerakan astenosfera di bawah kerak dasar samudera terus menggeserkan kerak dasar samudera mendesak lapisan kerak benua. Akibatnya kerak benua mengalami pelipatan, patahan, pengangkatan, serta penurunan. Peristiwa ini menimbulkan perubahan pada permukaan bumi, sehingga di beberapa tempat terjadi pembangunan tubuh muka bumi seperti terbentuknya pegunungan atau perbukitan, sementara di tempat-tempat lain terjadi depresi baik berupa cekungan maupun lembah-lembah curam.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa terdapat dua proses pergerakan kulit bumi yang diakibatkan oleh proses diastropisma ini, yaitu gerakan vertikal (pengangkatan dan penurunan muka bumi) yang disebut proses epirogenesis, dan gerakan horizontal/tangensial (desakan atau tarikan yang menimbulkan terjadinya pelipatan kulit bumi) yang disebut proses orogenesis.
Demikian pula dengan proses vulkanisma, desakan magma yang menerobos lapisan batuan pada kerak benua mengakibatkan terjadinya pengangkatan muka bumi dan membentuk kerucut-kerucut gunung api. Ketika terjadi letusan gunung api tersebut, muntahan material vulkanik, baik berupa lava, eflata, serta debu vulkanik terendapkan di muka bumi dan menambah tebal lapisan batuan. Apabila letusan yang terjadi sangat besar, akan terbentuk cekungan kawah yang luas dan dalam.
Selain akibat kedua proses tadi, diastropisma dan vulkanisma, perubahan bentuk muka bumi pun terjadi akibat adanya pengaruh air, udara, atau gletsyer. Air di dalam maupun di permukaan bumi memiliki potensi besar dalam mempengaruhi relief muka bumi. Potensi ini berupa kemampuan mengikis dan mengendapkan material batuan dan tanah.

 Sumber:
Anang Saepuloh. 2010. Tenaga Endogen-Pembentuk Bumi. Bandung: Tataletak Pustaka Prima
Anang Saepuloh. 2010. Dari Dalamnya Lautan. Bandung: Tataletak Pustaka Prima