Kamis, 01 Desember 2016

Planet Bumi (II)



Pada postingan tentang Planet Bumi telah diuraikan secara seingkat bahwa planet bumi yang memperlihatkan bentuk bulat sedikit lonjong (oblate spheroide), dalam proses perkembangan bentuknya dipengaruhi oleh dua tenaga geologi, yaitu tenaga eksogenik dan tenaga endogenik.
Sebagai kelanjutannya, dalam postingan kali ini akan diulas mengenai proses pembentukan bumi itu sendiri secara lebih detail.
Proses Pembentukkan Bumi
Dengan berkaca pada perkembangan pemikiran tentang terbentuknya tata surya (the solar system) seperti teori kabut nebula (Nebular Hypotheses) dari Kant dan Laplace, teori planetesimal dari Chamberlin dan Moulton, teori pasang dari Jeans dan Jeffreys, serta teori awan debu (The Dust-Cloud Theory) dari Weizsaeker dan Kuiper, teori yang terakhir itulah yang dipandang lebih tepat untuk menjelaskan proses terbentuknya tata surya yang termasuk di dalamnya adalah planet bumi.
Menurut teori yang berkembang sekitar tahun 1950-an ini, tata surya terbentuk dari salah satu gumpalan awan debu kosmik raksasa yang bertebaran di alam semesta. Sekitar lima milyar tahun yang lalu, gumpalan awan kosmik ini memempat dan partikel-partikel debunya tertarik ke bagian pusat serta membentuk gumpalan bola gas dan debu yang terpilin (berputar membentuk spiral). Semakin lama gumpalan tersebut memipih menyerupai bentuk cakram dengan bagian tengahnya yang lebih tebal dibandingkan bagian tepinya. Putaran bagian tengah ini lebih lambat, dan partikelpartikelnya saling menekan, sehingga menimbulkan panas dan menjadi pijar. Bagian inilah yang kemudian menjadi matahari pada tata surya.
Sementara itu, partikel-partikel di bagian luar berputar sangat cepat sehingga membentuk gumpalan gas dan debu kosmik yang lebih kecil. Gumpalan-gumpalan ini terus berputar dan kemudian membeku menjadi planet-planet beserta satelit-satelitnya yang terus mengorbit matahari. Pada saat itulah bola planet bumi kita terbentuk.
Tubuh bumi yang telah terbentuk, secara struktural terdiri atas bagian luar yang tipis, bagian ini disebut kulit atau kerak bumi yang dibedakan menjadi kerak benua (continental crust) dengan ketebalan lebih dari 40 km dan sebagian besar terbentuk dari batuan bersifat granitis dan basaltis. Di dasar lautan terhampar kerak samudera (oceanic crust) dengan ketebalan sekitar 10 km yang terbentuk dari batuan bersifat basaltis. Kedua lapisan kerak bumi ini merupakan lapisan terpadat yang terbentuk bersamaan dengan proses pembentukkan bumi itu sendiri.
Lapisan berikutnya, setebal 2.888,4 km merupakan lapisan mantel (astenosphere) yang bersifat pejal (kental) dan panas. Pada lapisan ini terjadi proses konveksi akibat peningkatan panas oleh aktivitas radioaktif. Arus konveksi pada lapisan astenosfera inilah yang mengakibatkan terjadinya pergeseran kerak bumi yang berada di atasnya.
Pada bagian tengah perut bumi, terdapat lapisan yang merupakan pusat bola bumi, lapisan ini disebut inti bumi (core) yang dibedakan menjadi dua bagian yaitu inti luar (outer core) dan inti dalam (inner core). Kedua lapisan ini memiliki ketebalan lebih dari 10.000 km. Lapisan inti luar merupakan cairan pijar yang terdiri atas nikel dan besi, sedangkan inti dalam yang berupa bola pijar padat berdiameter lebih dari 2.500 km merupakan bagian pusat dari bumi itu sendiri. Namun, tidak ada yang tahu secara pasti, mengapa bagian yang paling dalam ini bersifat lebih padat dari pada inti bumi bagian luar.
Selanjutnya, setelah bumi beserta strukturnya terbentuk dan diikuti dengan terbentuknya daratan dan samudera, barulah kehidupan muncul di muka bumi. Selama perjalanan kehidupan di muka bumi berlangsung, perubahan-perubahan bentuk permukaan bumi yang telah terjadi sejak awal pembentukannya akan selalu menyertai sebagai dampak dari kedinamisan sifat radioaktif yang terjadi dalam astenosfera. Sementara itu, pada bagian luar dari permukaan bumi yang berupa lapisan udara (atmosfera) turut berperan dalam melakukan proses perubahan bentuk muka bumi tersebut.
Perkembangan kulit bumi serta perubahan bentuk muka bumi ini berjalan seiring dengan perkembangan masa geologi itu sendiri yang dinyatakan dengan skala geologi atau era geologi atau umur geologi.
Perkembangan umur geologi ini dapat diketahui melalui proses pendeteksian unsur-unsur radioaktif yang terkandung dalam batuan, seperti unsur argon (Ar) yang terdapat dalam biotit, muskovit, pegmatit, kalium-feldspar, dan hornblenda, terbentuk selama 250 juta tahun; unsur rubidium (Rb) dan sronrium (Sr) yang terdapat pada batuan-batuan tadi kecuali pada hornblenda, terbentuk selama 290 juta tahun; unsur timbal 206 dan timbal 207 (Pb206 dan Pb207) yang terdapat pada zircon terbentuk selama antara 450 juta hingga 900 juta tahun; serta unsur uranium 238 (U238) pada zircon, terbentuk selama antara 450 juta hingga satu milyar tahun.

Jumat, 01 Januari 2016

Pijahkan Udang Red Bee



PIJAHKAN UNDANG RED-BLACK BEE
Gampang-gampang susah

Red bee shrimps
Udang red bee atau blac bee merupakan jenis hewan invertebrata air tawar spesies Caridina sp. tergolong pada genus Neocaridina keluarga (family) Atyidae yang pertama kali ditemukan di wilayah Asia Timur.
Sebenarnya, spesies udang hias red bee ini merupakan mutasi hasil penyilangan dari jenis red crystal dan black zebra. Dengan menghabiskan modal sebesar ¥ 80.000.000,- dan waktu hingga enam tahun, akhirnya Hisayasu Suzuki asal Nagoya Jepang berhasil mendapatkan mutasi red bee dan black bee yang permanen dari 3000 indukan black zabra. Kesuksesannya itu mulai diperkenalkan ke dunia internasional pada tahun 1998. Nah, kita sekarang hanya tinggal menikmati saja keindahan si bungkuk mini yang cantik ini, nggak perlu susah payah menciptakan mutasinya. Ukuran tubuhnya maksimal sekitar 2,1-2,3 cm saja.
Sejak tahun 2012, saya sendiri sudah mengetahui adanya jenis udang hias red bee dan black bee ini. Tapi, ketika itu belum tertarik benar untuk membudidayakannya. Yaa...hanya sebatas suka melihatnya saja di aquarium orang lain...Baru pada pertengahan tahun 2015, timbul rasa penasaran saya untuk mencobanya, soalnya...denger-denger dari rekan, katanya mengembangbiakan jenis udang hias ini mesti bener-bener mengontrol kondisi airnya, kalau tidak, tinggal tunggu kematian udang-udang hias peliharaan kita.
Selama kurang lebih sebulan saya mencoba mempelajari berbagai informasi mengenai karakteristik dan sifat kedua jenis udang hias ini, mulai dari kondisi air, pakan, hingga penyakit yang mungkin menyerangnya. Kini, setelah enam bulan, alhamdulillah hasilnya mulai bisa saya nikmati, walaupun harus bersusah payah dulu untuk bisa mengembang biakannya.

Mendapatkan indukan

Indukan Red bee
Indukan Black Bee












Untuk mendapatkan indukan red bee atau black bee hingga saat ini tidaklah mudah, khususnya di kota Bandung. Hanya center-center pengembangbiakan udang hias saja yang menyediakan kedua jenis udang hias ini, itupun harga per ekornya lumayan tinggi.
Pada saat itu, saya mencoba dulu mengambil 30 ekor calon indukan yang berumur sekitar 3-4 bulan, ukurannya sekitar 1,2 – 1,4 cm. Saya tidak mengambil indukan dewasa dengan alasan khawatir dia tidak mampu beradaptasi dengan kondisi airnya, sedangkan saya masih belajar mengkondisikan airnya. Kalau yang masih muda, setidak-tidaknya akan ada upaya untuk membiasakan diri beradaptasi dengan lingkungan barunya, walaupun tidak dijamin 100 % bisa beradaptasi.

Tahap awal pemeliharaan
Pengecekan kondisi air tank
Sebelum mendatangkan calon indukan red bee dan black bee, langkah awal yang saya lakukan adalah mempersiapkan tank (aquarium) dengan ukuran (P x L x T) 100 x 50 x 25 cm, diisi dengan pasir khusus untuk udang hias (shrimp soil, seperti ADA atau Gex). Harga per kilonya lumayan tinggi juga. Idealnya banyaknya shrimp soil untuk ukuran tank tersebut sekitar 5 kg, tapi saya coba dengan 2 kg. Pasir ini berfungsi sebagai substrat pengkondisi air, selanjutnya air dimasukan ke dalam tank sebanyak ¾ tank, pasang filter dengan lubang penyedot airnya dibungkus spons dan diaktifkan selama seminggu sebelum udang dimasukan.
Berkenaan dengan kondisi air, udang red bee atau black bee ini membutuhkan kondisi air dengan tingkat keasaman (pH: per hydrogen) 6,2-7,0. Jika terlalu basa (pH di atas 7,0), dalam hitungan jam saja udang ini bisa mati semua. Suhu air yang dibutuhkannya antara 23o – 25oC.
Selain itu, kadar CO2 (karbondioksida) nya pun harus terjaga, yaitu sekitar 9,3 mg/liter air. Begitu pula dengan kadar karbonat (KH: carbonate hardness) diupayakan harus 0o dGh, maksimum 0,5o dGh. Sedangkan tingkat kekerasan airnya (GH: total hardness) upayakan tetap antara 5o – 7o dGh.
Kadar CO2 di sini berfungsi untuk mengatur tingkat keasaman (pH) air, semakin banyak CO2 maka pH akan semakin asam.
Sedangkan GH berfungsi sebagai pengontrol ketersediaan mikroorganisme sebagai makanan bagi red bee/black bee.
Untuk mengkondisikan air inilah soil shrimp tadi diperlukan.

Memasukan bibit indukan ke dalam tank
Setelah seminggu dikondisikan, barulah bibit indukan red bee/black bee dimasukan, tetapi tidak dimasukan secara langsung ke dalam air pada tank, udang-udang ini dibiarkan beradaptasi dulu sesaat dengan cara membiarkan udang tersebut dalam air pada plastik yang digunakan ketika udang tersebut dibawa dari tempat asalnya, buka bagian atas plastiknya, masukan plastiknya ke dalam air tank tetapi tidak dibenamkan, biarkan air tank terpercik sedikit demi sedikit ke dalam plastik tersebut hingga udangnya keluar semua dengan sendirinya.
Bibit indukan setelah sebulan dipelihara
Proses ini bisa berlangsung berjam-jam, jadi tidak perlu ditungguin, biarkan saja.
Setelah semua udang keluar dari plastik, jangan aneh kalau perilakunya “aktif” (hilir mudik) dan warna tubuhnya agak berubah. Kalau pada red bee, warna merahnya berubah menjadi agak cokelat, kalau pada black bee, warna hitamnya menjadi agak pucat (sedikit kecoklat-coklatan). Itu berarti mereka mengalami stres, biarkan saja kondisi itu, lambat laun akan terbiasa. Kalau warnanya sudah kembali seperti semula dan perilakunya tampak tenang, berarti sudah bisa beradaptasi, tapi jangan dulu diberi pakan, soalnya masih dalam kondisi “mabuk”. Setelah 3 hari kondisinya tenang, baru diberi pakan khusus untuk udang, tapi jangan banyak-banyak, soalnya sisa pakannya akan akan mengalami fermentasi dan menghasilkan amoniak (NH4) yang tinggi dalam air, ini berbahaya bagi udang tersebut.
Setelah satu bulan dalam pemeliharaan, bibit indukan ini akan tampak pertumbuhannya, dari ukuran semula sekitar 1,2 cm menjadi hampir 2 cm. Hal ini menandakan bahwa bibit-bibit indukan ini dalam kondisi baik.

Pemeliharaan pada bulan pertama
Pemeliharaan indukan red bee/blek bee yang saya lakukan pada bulan pertama adalah dengan rutin mengontrol kondisi air, maksimal 3 hari sekali. Karena semula saya menganggap bahwa kondisi air yang dibiarkan dalam tank terlalu lama akan berubah dengan terbentuknya amoniak dalam air, maka 1/3 air tank saya ganti dengan yang baru. Hal itu saya lakukan antara 4 sampai 5 hari sekali. Tetapi hasilnya tidak sesuai harapan, setiap minggu pasti ada saja yang mati. Hingga setelah sebulan, hanya tersisa 12 ekor dari 30 ekor bibit indukan yang dimasukan.
Akhirnya saya coba cara yang lain dengan menggunakan tank kedua. Caranya hampir sama dengan yang sebelumnya, tapi untuk mengontrol kestabilan kondisi air, saya lakukan pergantian 1/3 tank setiap seminggu sekali dan membenamkan daun ketapang kering. Sedangkan pada tank pertama, tetap saya lakukan tindakan semula.
Pemahaman saya terhadap kondisi kandungan air adalah bahwa apabila kita melarutkan CO2 ke dalam air, maka kadar karbonat (KH) dalam air tetap, tapi tingkat keasaman (pH) akan turun (mejadi asam), sedangkan pada umumnya, air segar di wilayah kita memiliki pH netral (pH=7,0) atau lebih (agak basa), dan itu kurang cocok untuk red bee/black bee yang membutuhkan pH rendah.
Untuk mengatasi hal ini, saya mencoba bahan alami yang mampu menghasilkan asam organik berupa humic dan tannic. Berdasarkan hasil pengujian di lab, senyawa asam ini dalam jumlah tertentu dapat menurunkan tingkat pH air, tetapi tidak mengubah kadar karbonatnya. Senyawa asam organik ini saya dapatkan dari daun ketapang (Terminalia catappa, Sunda: katapang, Batak: hatapang, Minang: katapiěng, Maluku: ngusu, Rote: lisa, Papua: kalis) yang kering.
Kalau yang masih “basah” (berwarna hijau atau kuning kemerah-merahan), kandungan getah flavanoidnya masih terlalu tinggi dan bersifat toksik sebagai anti bakteri, ini bisa berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan red bee/black bee.
Nah... dengan membenamkan daun ketapang kering yang cukup lebar sebanyak 5 lembar ke dalam air di dalam tank kedua ini, ternyata setelah 7 hari kondisi air cukup stabil dengan pH= 6,5, GH= 7o dGh, KH= 0o dGh. Barulah pada hari ke-8 bibit red bee dan black bee yang baru didatangkan, dimasukan. Biarkan daun ketapang tadi di dalam tank hingga lapuk dan hancur. Hasil lapukannya itu akan menjadi pakan bagi si udang. Jika telah habis, masukan lagi daun ketapang kering yang baru dan benamkan dengan jumlah yang hampir sama. Begitu seterusnya.
Sedangkan pergantian air yang semula dilakukan antara 4-5 hari sekali mengakibatkan kondisi air belum benar-benar stabil sudah diisi dengan air yang baru, ini menimbulkan perubahan yang terus menerus pada kondisi air itu. Makanya saya coba lakukan pergantiannya 8-10 hari sekali. Volume air yang diganti tetap sama, yaitu 1/3 tank.
Hasilnya, dalam waktu sebulan berikutnya red bee/black bee bisa bertahan dan hanya terdapat 3 ekor yang mati. Sedangkan pada tank pertama yang diperlakukan dengan tindakan semula (dengan pergantian air 4-5 hati sekali dan tanpa daun ketapang kering), cuma menyisakan 9 ekor indukan, akhirnya saya pindahkan ke tank yang kedua.
Dari pengalaman itulah, saya mulai berani menambah bibit indukan dengan mendatangkan 100 ekor (75 ekor red bee dan 25 ekor black bee).

Pemeliharaan lanjutan
Pemeliharaan selanjutnya tidak banyak berubah, sama seperti perlakuan pada tank kedua. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah pengontrolan kondisi air secara rutin (3 hari sekali), yaitu mengecek pH, KH, dan GH air, serta pergantian air 1/3 tank antara 8-10 hari sekali. Ingat... Jangan sekali-kali menggunakan air mineral atau air isi ulang...!!! Karena air ini akan menghilangkan fungsi dari shrimp soil dan terkadang bersifat agak basa. Begitu juga dengan air dari PAM, karena air PAM biasanya mengandung kaporit, sedangkan udang air tawar ini sangat rentan terhadap zat-zat kimia apapun. Akan lebih baik menggunakan air dari mata air pegunungan, jika memungkinkan untuk mendapatkannya, atau menggunakan air sumur.
Jika pH meningkat (menjadi basa/di atas 7,0), ganti airnya dengan yang baru sebanyak 3-5 liter dan taburkan soil shrimps sekitar 5 sendok makan secara merata. Untuk kondisi KH dan GH, nggak usah khawatir, soalnya keduanya tergantung pada pH, jadi cukup kendalikan pH nya saja.
Jika suhu airnya melebihi 25 oC, biasanya udang ini tampak gelisah dan kalau dibiarkan dalam suhu itu, kemungkinan bisa ada yang mati. Karena saya menggunakan energi lampu pijar untuk menghangatkan airnya, tidak menggunakan aquascape water heater, jadi jika suhu airnya melebihi batas maksimum, saya matikan lampunya hingga suhunya turun dan dinyalakan lagi kalau suhunya sudah mencapai 23 oC.
Untuk pemberian pakan, tidak sering, cukup diberikan jika sisa-sisa pakan sebelumnya tidak kelihatan lagi di dasar tank.

Penanganan anakan
Setelah 3 bulan bibit indukan dipelihara, berarti umurnya sekitar 7-8 bulan, akan tampak red bee/black bee betina mulai menggendong telur di bagian bawah perutnya. Cirinya, bagian bawah perutnya agak menggembung, jika disorot cahaya dari atas akan tampak warna kekuning-kuningan.
Bagaimana membedakan red bee/black bee betina dan jantan? ... Agak sulit memang .... tapi umumnya yang betina tampak dari perbedaan warna antara putih dengan merah (pada red bee) dan putih dengan hitam (pada black bee) yang lebih tegas dibandingkan dengan perbedaan warna pada jantannya. Dan itu baru bisa dibedakan kalau sudah berumur di atas 6 bulan.
Cabomba caroliniana
Cabomba aquatica
Cabomba furcatta

Indukan red bee/black bee betina akan mengandung telurnya selama ±30 hari, dan setelah itu akan menetaskan telurnya di rumpun-rumpun tanaman air atau di dasar pasir. Tanaman air yang disenanginya biasanya jenis kabomba (Cabomba aquatica, Cabomba caroliniana, Cabomba furcatta). Berselang 1-2 minggu akan tampak anakan red bee/black bee yang sangat kecil, lebih kecil dari jentik nyamuk lho...
Nah... anakan-anakan ini biarkan saja dulu tinggal pada satu tank dengan induknya, nggak usah khawatir dimangsa induknya, karena udang jenis ini tidak bersifat kanibal.
Setelah umur 2-3 bulan, baru anakan-anakan ini bisa dipindahkan ke tank lain. Tapi perlu dikondisikan dulu airnya. Caranya:
Siapkan tank dengan ukuran disesuaikan kebutuhan, jika sama dengan ukuran tank indukan, maka lakukan tindakan yang sama dengan pada saat mempersiapkan tank indukan. Perbedaannya adalah air yang yang digunakan diambil dari air tank indukan yang sudah stabil kondisinya sebanyak 1/3 tank, dan kemudian tambahkan air yang baru. Biarkan selama seminggu dalam kondisi yang sudah lengkap dengan shrimp soil dan ...jangan lupa... daun ketapang keringnya... Jika menggunakan filter, amankan lubang penyedot airnya dengan spons, biar udangnya nggak ikut kesedot nantinya...
Setelah siap dan kondisi airnya stabil, baru anakan yang berumur 2-3 bulan tadi dipindahkan dengan cara masukan air tank indukan dimana anakan tadi berada ke dalam kantong plastik, lalu tangkap dan masukan anakan ke dalam air di plastik tadi, baru kemudian dipindahkan ke tank untuk anakan dengan memasukan plastiknya ke dalam tank, sama seperti perlakuan pada saat memasukan calon indukan seperti yang telah diuraikan pada bagian awal, agar beradaptasi dulu. Perilaku udang red bee yang indah ini dapat dilihat pada video berikut

Nah... itu adalah pengalaman saya selama 6 dan hampir 7 bulan ini ketika mengawali membudidayakan red bee/black bee. Kini, saya bersyukur anakannya sudah banyak, mungkin ratusan ekor, soalnya nggak sempet ngitung... saking kecilnya... he...he.
Bagi yang penasaran, selamat mencoba. Kalau puyeng... muntang kana tihang... eh... maksudnya If you want to know more about it, contact me in +62 813-212-40409 or BB pin 7C4A69AF.